Ngrembag bab busana kejawen ing Surakarta punika boten saged oncat saking
budaya jawi. Sabab busana kejawen makaten kalebet "Pangipun Budaya
Jawi".
Dene budaya jawi ing ngriki, tegesipun budaya jawi ingkang
sumberipun saking Keraton Surakarta Hadiningrat inggih punika busana kejawen
ingkang dumugi sapriki adhakan sami dipun wuningani.
Cethanipun manawi wonten tiyang gadhah damel mantu umpamanipun,
dipun temaha itawi mboten dipun temaha, ngertos utawi mboten ngertos nyatanipun
sa'emper kaliyan busana tatanan ing Keraton Surakatra Hadiningrat.
Menggah busana tatanan Keraton Surakarta Hadiningrat punika
sakawit ing jaman Juneneng Dalem Ingkang Sinoehoen Kanjeng Soesoehoenan Paku
Buwana Kaping III rikala hamarengaken Pangeran Mangkubumi (Bapa Paman piyambak
ISKS PB III) utawi rayi Dalem Ingkang Sinoehoen Kanjeng Seosoehoenan Pakoe
Buwono Kaping II; kagem hangrenggani Keraton Ngayojakarta (Perjanjian Giyanti
warsa 1755).
Busana lami ingkang kalebet tetilaran saking Majapahit lan Demak
Bintara Kanjeng Pangeran Mangkubumi (HB I) kagem ing Ngayojakarta kados ingkang
sami dipun uningani ngantos dumugi, salajengipun lumampahipun pamarintah wonten
ewah-ewahan sawetawis ing jaman ISKS PB IX kalajengaken ewah-ewahan malih ing
jaman ISKS PB X tuwin PB XI. Dene ingkang badhe kaandharaken ing ngandhap
punika busana jawi ing jaman Ingkang Sinoehoen Paku Boewono Kaping XII sawargi
ngantos punika.
Busana kejawen ing Surakarta sakpunika, kados wonten ing Keraton
Surakarta tumrap kakung wonten kalih inggih punika:
1. Busana Jawi Jangkep (Ageman warni Cemeng)
2. Busana Jawi Jangkep Padintenan (Saugeran boten Cemeng)
Busana Jawi saking Nginggil mangandhap antawisipun :
1. Udheng (Blangkon, dhestar)
2. Kulambi (Rasukan krowok wingking)
3. Setagen (paningset)
4. Sabuk (paningset)
5. Epek - Timang - Lerep
6. Sinjang (nyamping)
7. Keris ( Dhuwung, Wangkingan)
8. Cenela utawi selop (namung kagem sanjawining Keraton)
FILOSOFI BUSANA PRIA JAWA
Busana adat Jawa biasa disebut dengan busana kejawen mempunyai
perlambang tertentu bagi orang Jawa. Busana Jawa penuh dengan piwulang sinandhi
(ajaran tersamar) kaya akan ajaran Jawa.
Dalam busana Jawa ini tersembunyi ajaran untuk melakukan segala
sesuatu di dunia ini secaraharmoni yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari,
baik dalam hubungannya dengan sesama manusia, diri sendiri maupun Tuhan Yang
Maha Kuasa Pencipta segalanya.
♦ Pakaian adat yang dikenakan pada bagian kepala adalah, seperti
iket, udheng
♦ Dibagian tubuh ada rasukan (baju): jarik sabuk, epek, timang
♦ Dibagian belakang tubuh yakni keris
♦ Dikenakan dibagian bawah atau bagian kaki yaitu canela.
Penutup Kepala
Untuk bagian kepala biasanya orang Jawa kuna (tradisional)
mengenakan iket yaitu ikat kepala yang dibentuk sedemikian rupa sehingga
menjadi penutup kepala. Cara mengenakan iket harus kenceng (kuat) supaya ikatan
tidak mudah terlepas. Makna iket dimaksudkan manusia seyogyanya mempunyai
pemikiran yang kenceng, tidak mudah terombang-ambing hanya karena situasi atau
orang lain tanpa pertimbangan yang matang.
Hampir sama penggunaannya yaitu udheng juga, dikenakan di bagian
kepala dengan cara mengenakan seperti mengenakan sebuah topi. Jika sudah
dikenakan di atas kepala, iket dan udheng sulit dibedakan karena ujud dan
fungsinya sama. Udheng dari kata kerja Mudheng atau mengerti dengan jelas,
faham.
Maksudnya agar manusia mempunyai pemikiran yang kukuh, mengerti
dan memahami tujuan hidup dan kehidupan atau sangkan paraning dumadi. Selain
itu udheng juga mempunyai arti bahwa manusia seharusnya mempunyai ketrampilan
dapat menjalankan pekerjaannya dengan dasar pengetahuan yang mantap atau
mudheng. Dengan kata lain hendaklah manusia mempunyai ketrampilan yang
profesional.
Busana
|
BESKAP LANDHUNG |
|
BESKAP ATELA |
|
BESKAP SIKEPAN |
Busana kejawen seperti beskap selalu dilengkapi dengan :
Benik (kancing baju) disebelah kiri dan kanan. Lambang yang tersirat dalam benik
itu adalah agar orang (jawa) dalam melakukan semua tindakannya apapun
selalu diniknik, diperhitungkan dengan cermat. Apapun yang
akan dilakukan hendaklah jangan sampai merugikan orang lain, dapat, menjaga
antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.
Sabuk (ikat pinggang) dikenakan dengan cara dilingkarkan (diubetkan) ke badan.
Ajaran ini tersirat dari sabuk tersebut adalah bahwa harus bersedia untuk tekun
berkarya guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk itulah manusia harus ubed (bekerja
dengan sungguh-sungguh) dan jangan sampai kerjanya tidak ada hasil atau buk (impas/tidak
ada keuntungan). Kata sabuk berarti usahakanlah agar segala yang dilakukan
tidak ngebukne. Jadi harus ubed atau gigih.
Epek bagi orang jawa
mengandung arti bahwa untuk dapat bekerja dengan baik, harus epek (apek, golek,
mencari) pengetahuan yang berguna. Selama menempuh ilmu upayakan untuk tekun,
teliti dan cermat sehingga dapat memahami dengan jelas.
Timang bermakna bahwa apabila ilmu yang
didapat harus dipahami dengan jelas atau gamblang, tidak akan ada rasa samang
(khawatir) samang asal dari kata timang.
Jarik atau sinjang merupakan kain yang dikenakan untuk menutup tubuh dari
pinggang sampai mata kaki. Jarik bermakna aja gampangserik (jangan
mudah iri terhadap orang lain). Menanggapi setiap masalah harus hati-hati,
tidak grusa-grusu (emosional).
Wiru Jarik atau
kain dikenakan selalu dengan cara mewiru (meripel) pinggiran
yang vertikal atau sisi saja sedemikian rupa. Wiru atau wiron (rimple) diperoleh
dengan cara melipat-lipat (mewiru). Ini mengandung pengertian bahwa jarik tidak
bisa lepas dari wiru, dimaksudkan wiwiren aja nganti kleru,
kerjakan segala hal jangan sampai keliru agar bisa menumbuhkan suasana yang
menyenangkan dan harmonis.
Bebed adalah kain (jarik) yang dikenakan oleh laki-laki seperti hal nya
pada perempuan, bebed artinya manusia harus ubed,
rajin bekerja, berhati-hati terhadap segala hal yang dilakukan dan tumindak
nggubed ing rina wengi (bekerja sepanjang hari)
Canela Canela mempunyai
arti Canthelna jroning nala (peganglah kuat dalam hatimu) canela sama artinya
Cripu, Selop, atau sandal. Canela selalu dikenakan di kaki, artinya dalam
menyembah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, hendaklah dari lahir sampai batin sujud
atau manembah di kaki-NYA. Dalam hati hanyalah sumeleh (pasrah) kepada
kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa.
Curiga lan warangka
Curiga atau keris berujud wilahan,
bilahan dan terdapat di dalam warangka atau wadahnya.
Curiga dikenakan
di bagian belakang badan. Keris ini mempunyai pralambang bahwa keris sekaligus
warangka sebagaimana manusia sebagai ciptaan dan penciptanya Yatu Allah Yang
Maha Kuasa, manunggaling kawula Gusti.
Karena diletakkan di bagian belakang tubuh, keris mempunyai arti
bahwa dalam menyembah Tuhan Yang Maha Kuasa hendaklah manusia bisa untuk
ngungkurake godhaning setan yaitu menjauhkan godaan setan yang senantiasa
mengganggu manusia ketika manusia akan bertindak kebaikan.
Demikianlah filosofi yang terkandung dalam busana pria jawa .
Semoga bisa menjadikan kita pelajaran hidup dan menambah wawasan kita tentang
budaya jawa yang adiluhung ini.